Senin, 05 September 2011

Tour De Gunung Kidul

Gunung Kidul adalah salah satu kabupaten yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta. kabupaten ini memang sudah mendapat predikat kabupaten yang cukup memprihatinkan mengingat berbagai hal mengenai kondisi fisik daerahnya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, sperti susahnya mendapatkan air bersih, tanahnya yang (cukup)tandus, dan area geografinya yang sebagian besar masih tertutup oleh bebatuan. Sesuai dengan namanya, daerah ini didominasi oleh kumpulan bukit yang terkadang sering terlihat seperti gunung ketika dipandang dari kejauhan.


Berawal dari sebuah tekad, akhirnya dimulailah petualangan menyusuri Kabupaten Gunung Kidul. Petualangan ini kami beri nama Ekspedisi Gunung Kidul. Perlu diketahui bahwa Tim kami –no man, because we are kereeenn,pemberani maksudnya—tim yang beranggotakan Mbak Pipit, Mbak Desi, Mbak Yessi, and at least Akio sama sekali –alias BLASSS gak tau—tidak mengenal daerah tersebut dan inilah kali pertama datang. Dengan bekal peta dan semangat juang, kami berangkat dengan riang gembira. Padahal perjalanan masih panjang [what?? Apanya yang panjang??]. Perjalanan panjang itu bukanlah perjalanan biasa. Perjalanan atau lebih tepatnya ekspedisi ini dilakukan dalam misi menguak misteri dibalik tali. Itulah awal mula misi itu terjadi. Misi ini dilakukan dalam rangka realisasi program pemetaan tingkat kematian akibat bunuh diri di daerah Gunung Kidul. Untuk itu sebelum proses pengerjaan peta, perlu dilakukan survey lapangan untuk daerah Gunung Kidul sendiri.

Ekspedisi ini dilakukan dengan 2 kendaraan bermotor. Route yang diperkirakan akan dilalui adalah Sleman-Bantul-GunungKidul dan kami segera meluncur ke GunungKidul. Jalan antara Sleman-Bantul masih datar-datar saja. Bagitu pula ketika memasuki pintu gerbang GunungKidul, tepatnya daerah Imogiri, jalannya masih tergolong biasa saja. Akan tetapi setelah memasuki daerah yang kami sebut daerah pedalaman [maaf ya, yang rumahnya disana], jalannya itu lho. Kalau boleh saya mau mendeskripsikan dengan sebuah song

We are climbing in the top mountain

So high, so high, very high

At left at right i just look around

Many cemara trees

At left at right i just look around

Many cemara trees


Ya ampun, jalannya itu meliuk-liuk. Kasian motornya. Coba motornya bisa bicara, pasti mengeluhlah dia [maaf ya, motor..kami butuh bantuanmu..]. kalo diibaratkan kami seperti mengitari lingkaran kue tart yang berukuran raksasa. Tingkat kemiringannya pun tak tanggung-tanggung, hampir sekitar 900 [samapi takut kalo liat kebelakang].

Sepanjang perjalanan, akio melihat hal yang menarik, terutama ketika memasuki daerah pegunungannya. Disana hampir susah menemukan pemukiman yang padat penduduk. Tipe pemukiman yang ada adalah pemukiman mengelompok. Masyarakatnya hidup secara mengelompok. Kelompoknya itu sekitar 5 sampai 10 kepala keluarga. Ini berlaku untuk daerah yang ada disekitar lereng gunung. Sedangkan untuk yang berada disekitar desa –yang lebih datar—terdapat sekitaar 20-an kepala keluarga. Berbeda lagi untuk yang berada di daerah semi-desa&kota, kelompoknya lebih banyak dan lwbih padat. Tingkat ketinggian sangat mempengaruhi jarak antar pemukiman. Semakin tinggi lerengnya semakin jauh jarak antar pemukimannya. Hal ini seperti yang terjadi didaerah antara kecamatan Paliyan dan Girisubo. Jarak tempuhnya hampir memakan waktu 2 jam. Ini adalah jarak terpanjang antar kecamatan dibanding dengan kecamatan-kecamatan lainnya.

Ada satu hal yang menarik yang kami temukan disana, menjamurnya counter hape. Hampir setiap kami masuk ke daerah pemukiman, kami pasti menemukan counter hape disana. Padahal tak ada sinyal hape disana [terutama hapeku..blass nggak ada. Heran sekali kami...ho ho..]. Entah mereka memakai simcard jenis apa, kami kurang tau, yang jelas semua nomor yang kami pakai [dengan merk simcard yang berbeda tentunya] jelas-jelass tidak menunjukkan tanda kehidupan. Kemudian sempat terpikirkan, apakah memang benar daerah ini cukup memprihatinkan mengingat teknologi hape sudah banyak berkembang dengan hadirnya banyak counter hape yang ada disana. Mengenai hal ini, kami kurang begitu tau, dan tidak dapat menyimpulkan secara asal [karena asal bukan usul dan kalo usul jangan asal...ho ho..]. mungkin ini dapat menjadi acuan unutk penelitian selanjutnya.

Sebenarnya apabila diamati lebih dalam, Gunungkidul memiliki panorama yang cukup indah. Mulai dari bukit-bukit yang menjulang [mbak pipit bilang mirip bukit-bukit di pilem sung go kong], gua-gua yang cukup alami [belum terjamah sepertinya], serta pantai-pantainya [yang ini mah sudah jadi primadona, terutama pantai Drini, yang katanya Bali versinya GunungKidul]. Semua dapat dimanfaatkan untuk menambah income pendapatan daerah. Hanya saja, tinggal kita sebagai generasi muda yang mau melihat dan menggali potensi yang ada saja. Karena alam tak akan bergerak apabila kita tak menggerakkan.

[he he...yah begitulah sekilas cerita dari GunungKidul..]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aikotoba~